Rabu, 14 Desember 2011

Bacaan Isti'adzah


Isti'adzah dilakukan sebelum membaca Alquran guna mengusir godaan setan. Menurut mereka, ayat yang berbunyi,

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu
(yang artinya) "Jika kamu hendak membaca Alquran, maka hendaklah kamu minta perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk," artinya jika kamu hendak membaca. Sebagaimana firman-Nya, (yang artinya) "Jika kamu hendak mendirikan salat, maka basuhlah wajah dari kedua tangnmu." (Al-Maidah: 6),

Penafsiran seperti itu didasarkan pada beberapa hadis dari Rasulullah saw. Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Sa'id al-Khudri, katanya, jika Rasulullah saw hendak mendirikan salat malam, maka beliau membuka salatnya dan bertakbir seraya mengucapkan, "Subhaanaka Allaahumma wabihamdika wa tabaa raka....... (Maha Suci Engkau, ya Allah, dan puji bagi-Mu. Maha Agung nama-Mu dan Maha Tinggi kemuliaan-Mu. Tidak ada ilah yang haq melainkan Engkau). Kemudian beliau mengucapkan, "Laa ilaha illallaah" (tidak ada ilah yang haq kecuali Allah) sebanyak tiga kali. Setelah itu beliau mengucapkan, "Aku berlindung kepada Allah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui dari setan yang terkutuk, dari godaan, tipuan, dan hembusannya."

Al-Bukhari meriwayatkan dari Sulaiman bin Shurad ra katanya, "Ada dua orang yang saling mencela di hadapan Rasulullah saw, sedang kami duduk di hadapan beliau. Salah seorang dari keduanya mencela lainnya dalam keadaan marah dengan wajah yang merah padam. Maka Rasulullah saw bersabda, 'Sesungguhnya aku akan mengajarkan suatu kalimat yang jika ia mengucapkannya, niscaya akan hilang semua yang dirasakannya itu. Jika ia mengucapkan, 'A'uudzubillaahiminasysyaithoonirrajiimi'."

Menurut Jumhur Ulamaada beberapa kreteria tentang membaca isti’adzah diantaranya :
  Jumhurul ulama berpendapat bahwa isti'adzah itu sunnah hukumnya dan bukan suatu kewajiban, sehingga berdoa bagi orang yang meninggalkannya. Diriwayatkan dari Imam Malik, bahwasannya ia tidak membaca ta'awudz dalam mengerjakan salat wajib.
  Dalam kitab al-Imla', Imam asy-Syafi'i mengatakan, "Dianjurkan membaca ta'awudz dengan jahr, tetapi jika dibaca dengan sirri juga tidak apa-apa." Sedangkan dalam kitab al-Umm, beliau mengatakan, diberikan pilihan, boleh membaca ta'awudz, boleh juga tidak. Dan jika orang yang memohon perlindungan itu membaca a'uudzubillaahiminasysyaithoonirrajiimi, maka cukuplah baginya.
  Menurut Abu Hanifah dan Muhammad, ta'awudz itu dibaca di dalam salat untuk membaca Alquran. Sedangkan Abu Yususf berpendapat, bahwa ta'awudz itu justru dibaca untuk salat.
Ulama Syafi’iyah dan Hanabilah berpendapat sunnah membaca ta’awudz secara sirr (suara pelan) di awal setiap raka’at sebelum membaca al-Fatihah,. Kemudian membaca basmalah menurut Hanafiyah dan Hanabilah, dan jahr (suara keras) dalam shalat jahriyyah menurut Syafi’iyah. Para fuqaha yang mensunnahkan ta’awudz berdalil dengan firman Allah ta’ala:

فَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْءَانَ فَاسْتَعِذْ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَـٰنِ الرَّجِيْمِ

Artinya: “Apabila kalian membaca Al-Qur’an, hendaklah kalian meminta perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk.” (TQS. An-Nahl [16]: 98)

1. Menurut ulama Malikiyah, membaca ta’awudz hukumnya jaiz (boleh) dalam shalat nafilah dan makruh dalam shalat fardhu.

2. Secara umum ulama dari kalangan Hanafiyah, Malikiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah menyatakan bahwa ta’awudz dibaca sebelum al-Fatihah, sedangkan Abu Yusuf (ulama Hanafiyah) menyatakan bahwa ta’awudz dibaca sebelum doa istiftah karena ta’awudz merupakan bacaan untuk menghilangkan waswas di dalam shalat secara mutlak.

3. Tentang bacaan ta’awudz apakah sirr (pelan) atau jahr (keras), terdapat 3 pendapat dalam hal ini. Pendapat pertama menyatakan disunnahkan sirr, ini adalah pendapat Hanafiyah, Hanabilah kecuali Ibn Qudamah, Malikiyah dalam salah satu pendapat mereka, dan sebagian pendapat Syafi’iyah. Pendapat kedua menyatakan disunnahkan jahr, ini adalah pendapat Malikiyah sebagaimana di dalam al-Mudawwanah dan sebagian Syafi’iyah. Pendapat ketiga menyatakan boleh memilih apakah membaca sirr atau jahr, ini adalah pendapat Syafi’iyah sebagaimana termuat di dalam al-Umm bahwa Ibnu Umar berta’awudz secara sirr sedangkan Abu Hurairah men-jahr-kannya.

Demikian penjelasan tentang hal ini. Silakan Anda mengikuti pendapat yang terkuat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar